Jumat, 10 Oktober 2014

Pengertian dan Filosofi Keris

Pengertian Keris 

Sebilah keris Jawa (kanan) dengan sarung keris (warangka).
Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di antaranya memiliki pamor (damascene), yaitu terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah. Jenis senjata tikam yang memiliki kemiripan dengan keris adalah badik. Senjata tikam lain asli Nusantara adalah kerambit.

Atau Keris adalah salah satu karya nenek moyang bangsa Indonesia dalam khasanah budaya tradisional. Pembuatan karya seni ini menggunakan teknik tempa yang sangat rumit. Kerumitan ini terletak padaseni tempa pamor yang indah, yang dahulu sangat tidak terjangkau oleh pemikiran awam. Ada tanggapan dari sbagian masyarakat bahwa pamor pada sebilah keris memiliki kekuatan magis, makhluk gaib dan supranatural lainnya. Karena itu dapat dipahami kenapa dari dulu hingga sekarang pun keris menjadi benda yang dikeramatkan oleh sebagian orang. Hingga memerlukan perawatan seperti harus memandikan, memberi sesajen dan sebagainya.
 
Makna Filosofi Keris
 
Dengan melihat begitu banyaknya ilmu tentang keris serta perdebatan didalamnya, alangkah lebih sarat makna bagi kita dalam diri pribadi masing-masing untuk selalu berupaya mempelajari makna sejarah, budaya dan filosofi keris dengan tanpa memandang apakah keris tersebut sudah aus, geripis ataukah masih utuh. Toh jika kita lihat, Kanjeng Kyai Kopek, pusaka kraton Jogjakarta yang dulunya dipesan Sunan Kalijaga kepada mPu Supo, pada bagian wadidhangnya sudah lubang dan tetap disimpan sebagai salah satu Keris Pusaka andalan Keraton Jogja karena memiliki muatan sejarah dan filosofi yang dalam dibandingkan sekedar bentuk atau wujud fisiknya. Dengan demikian, kebanggan atas sebilah keris tua yang masih utuh bagi saya hanyalah kesenangan semu yang hampa jika tidak diikuti dengan pemahaman terhadap sejarah dan filosofi keris. “Pamor keris boleh rontok, besi keris bisa saja terkikis aus karena usia, dan wrangka keris bisa saja rusak karena jaman, tetapi pemahaman atas sejarah dan filosofi sebilah keris akan selalu hidup dalam hati dan pikiran kita dan akan kita turunkan pada generasi selanjutnya”.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap sejarah dan kebudayaan masyarakat jaman dahulu sangatlah memegang peranan penting dalam memahami tentang budaya perkerisan.
Katakanlah mengapa konon Sultan Agung Hanyokrokusumo ketika awal masa pemerintahannya sering memesan keris Luk 3 dapur Jangkung kepada Ki Nom ? Mengapa keris Luk 13 banyak dipesan ketika seorang Raja sudah lama memerintah dan hendak lengser keprabon ? Mengapa keris tangguh Pengging yang paling tinggi maknanya adalah yang ber Luk 9 ? Mengapa keris luk 1 dapur Pinarak selalu mengingatkan bahwa kehidupan kita di dunia ini sesungguhnya hanya sementara untuk mampir duduk (pinarak) ? Kesemua itu ternyata menunjukkan bahwa sesungguhnya keris memiliki makna yang lebih dalam dan sangat kaya daripada sekedar masalah pamor, dapur dan tangguh serta keutuhannya yang sampai sekarang masih terus menjadi perdebatan. Tentunya dengan tidak mengesampingkan ilmu atas fisik keris seperti dapur, pamor maupun tangguhnya.
Dengan menempatkan keris sebagai benda yang memiliki makna filosofi mendalam, maka kita sebenarnya telah berusaha memahami apa keinginan sang mPu dan orang yang memesannya dahulu ketika membabar keris tersebut. Karena tentunya para mPu dan orang yang memesannya tersebut sebenarnyna juga memiliki harapan-harapan yang tentunya bermaksud baik. Dengan memahami makna filosofi dari sebuah keris tersebut, maka sudah pasti kita turut “Nguri-uri”, melestarikan budaya keris karena salah satu makna keris tersebut adalah sebagai simbol dari adanya suatu harapan dan doa.
Sebenarnya keris sendiri memiliki berbagai macam bentuk, ada yang bermata berkelok kelok (7, 9 bahkan 13), ada pula yang bermata lurus seperti di daerah Sumatera. Selain itu masih ada lagi keris yang memliki kelok tunggal seperti halnya rencong di Aceh atau Badik di Sulawesi.
Bagian-bagian keris
Sebagian ahli tosan aji mengelompokkan keris sebagai senjata tikam, sehingga bagian utama dari sebilah keris adalah wilah (bilah) atau bahasa awamnya adalah seperti mata pisau. Tetapi karena keris mempunyai kelengkapan lainnya, yaitu wrangka (sarung) dan bagian pegangan keris atau ukiran, maka kesatuan terhadap seluruh kelengkapannya disebut keris.
* Pegangan keris
Pegangan keris ini bermacam-macam motifnya , untuk keris Bali ada yang bentuknya menyerupai patung dewa, patung pedande, patung raksaka, patung penari , pertapa, hutan ,dan ada yang diukir dengan kinatah emas dan batu mulia. Pegangan keris Sulawesi menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang terhadap sebagian profesi masyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambang dunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada keris Riau Lingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat pengembangan tosan aji seperti Aceh, Bangkinang (Riau) , Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu, Jawa, Madura dan Sulu, keris mempunyai ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yang dipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang, logam, dan yang paling banyak yaitu kayu. Untuk pegangan keris Jawa, secara garis besar terdiri dari sirah wingking ( kepala bagian belakang ) , jiling, cigir, cetek, bathuk (kepala bagian depan) ,weteng dan bungkul.
* Wrangka atau Rangka
Wrangka, rangka atau sarung keris adalah bagian (kelengkapan) keris yang mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, karena bagian wrangka inilah yang secara langsung dilihat oleh umum . Wrangka yang mula-mula (sebagian besar) dibuat dari bahan kayu (jati , cendana, timoho , kemuning, dll) , kemudian sesuai dengan perkembangan zaman maka terjadi perubahan fungsi wrangka (sebagai pencerminan status sosial bagi penggunanya ). Kemudian bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading. Secara garis besar terdapat dua macam wrangka, yaitu jenis wrangka ladrang yang terdiri dari bagian-bagian : angkup, lata, janggut, gandek, godong (berbentuk seperti daun), gandar, ri serta cangkring. Dan jenis lainnya adalah jenis wrangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan wrangka ladrang tetapi tidak terdapat angkup, godong dan gandek. Aturan pemakaian bentuk wrangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak mutlak. Wrangka ladrang dipakai untuk upacara resmi , misalkan menghadap raja, acara resmi keraton lainnya (penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkimpoian, dll) dengan maksud penghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan sabuk (stagen) pada pinggang bagian belakang (termasuk sebagai pertimbangan untuk keselamatan raja ). Sedangkan wrangka gayaman dipakai untuk keperluan harian, dan keris ditempatkan pada bagian depan (dekat pinggang) ataupun di belakang (pinggang belakang).
Dalam perang, yang digunakan adalah keris wrangka gayaman , pertimbangannya adalah dari sisi praktis dan ringkas, karena wrangka gayaman lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana. Ladrang dan gayaman merupakan pola-bentuk wrangka, dan bagian utama menurut fungsi wrangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang ( sepanjang wilah keris ) yang disebut gandar atau antupan ,maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu ( dipertimbangkan untuk tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran ) . Karena fungsi gandar untuk membungkus , sehingga fungsi keindahannya tidak diutamakan, maka untuk memperindahnya akan dilapisi seperti selongsong-silinder yang disebut pendok . Bagian pendok ( lapisan selongsong ) inilah yang biasanya diukir sangat indah , dibuat dari logam kuningan, suasa ( campuran tembaga emas ) , perak, emas . Untuk daerah diluar Jawa ( kalangan raja-raja Bugis , Goa, Palembang, Riau, Bali ) pendoknya terbuat dari emas , disertai dengan tambahan hiasan seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian. Untuk keris Jawa , menurut bentuknya pendok ada tiga macam, yaitu (1) pendok bunton berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya , (2) pendok blewah (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat , serta (3) pendok topengan yang belahannya hanya terletak di tengah . Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).

* Wilah
Wilah atau wilahan adalah bagian utama dari sebuah keris, dan juga terdiri dari bagian-bagian tertentu yang tidak sama untuk setiap wilahan, yang biasanya disebut dapur, atau penamaan ragam bentuk pada wilah-bilah (ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisa disebutkan dapur jangkung mayang, jaka lola , pinarak, jamang murub, bungkul , kebo tedan, pudak sitegal, dll. Pada pangkal wilahan terdapat pesi , yang merupakan ujung bawah sebilah keris atau tangkai keris. Bagian inilah yang masuk ke pegangan keris ( ukiran) . Pesi ini panjangnya antara 5 cm sampai 7 cm, dengan penampang sekitar 5 mm sampai 10 mm, bentuknya bulat panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur disebut paksi, di Riau disebut puting, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei dan Malaysia disebut punting.
Pada pangkal (dasar keris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut ganja (untuk daerah semenanjung Melayu menyebutnya aring). Di tengahnya terdapat lubang pesi (bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga bagian wilah dan ganja tidak terpisahkan. Pengamat budaya tosan aji mengatakan bahwa kesatuan itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni, dimana ganja mewakili lambang yoni sedangkan pesi melambangkan lingganya. Ganja ini sepintas berbentuk cecak, bagian depannya disebut sirah cecak, bagian lehernya disebut gulu meled , bagian perut disebut wetengan dan ekornya disebut sebit ron. Ragam bentuk ganja ada bermacam-macam, wilut , dungkul , kelap lintah dan sebit rontal.
Luk, adalah bagian yang berkelok dari wilah-bilah keris, dan dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara sederhana menghitung luk pada bilah , dimulai dari pangkal keris ke arah ujung keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), maka bilangan terakhir adalah banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu gasal ( ganjil) dan tidak pernah genap, dan yang terkecil adalah luk tiga (3) dan terbanyak adalah luk tiga belas (13). Jika ada keris yang jumlah luk nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris kalawija ,atau keris tidak lazim.
Sumber: ki walet
 

Makna dan Filosofi Keris Dalam Budaya Jawa

Keris dalam masyarakat Jawa, sekarang digunakan untuk pelengkap busana Jawa, keris sendiri memiliki banyak filosofi yang masih erat dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat Jawa. Makna filosofis yang terkandung dalam sebuah keris sebenarnya bisa dilihat mulai dari proses pembuatan hingga menjadi sebuah pusaka bagi pemiliknya. Seiring berjalannya waktu dan modernisasi, kita sadari bahwa perlu dilakukan pelestarian terhadap warisan leluhur ini agar tidak terkikis akan perkembangan jaman,  keris atau dalam bahasa jawa disebut tosan aji, merupakan penggalan dari kata tosan yang berarti besi dan aji berarti dihormati, jadi keris merupakan perwujudan yang berupa besi dan diyakini bahwa kandungannya mempunyai makna yang harus dihormati, bukan berarti harus disembah-sembah tetapi selayaknya dihormati karena merupakan warisan budaya nenek moyang kita yang bernilai tinggi.
Bila kita merunut dari pembuatnya atau yang disebut empu, ini mempunyai sejarah dan proses panjang dalam membuat atau menciptakan suatu karya yang mempunyai nilai estetika yang tinggi. Empu menciptakan keris bukan untuk membunuh tetapi mempunyai tujuan lain yakni sebagai piyandel atau pegangan yang diyakini menambah kewibawaan dan rasa percaya diri, ini dapat dilihat dari proses pembuatannya pada zaman dahulu. Membuat keris adalah pekerjaan yang tidak mudah, membutuhkan sebuah keuletan, ketekunan, dan mental yang kuat, sehingga para pembuat harus meminta petunjuk dari Tuhan melalui  laku / berpuasatapa / bersemadi dan sesaji untuk mendapatkan bahan baku.
Posisi keris sebagai pusaka mendapat perlakuan khusus mulai dari proses menyimpan, membuka dari sarung sampai dengan merawatnya, hal ini sudah merupakan tradisi turun temurun yang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa yang masih meyakini. Kekuatan spiritual didalam keris diyakini dapat menimbulkan satu perbawa atau sugesti kepada pemiliknya. Menilik Pada masa kerajaan Majapahit,  keris terbagi menjadi 2 kerangka yang saat ini masih menjadi satu acuan si empu atau pembuat keris, yakni rangka Gayaman dan rangka Ladrang/Branggah. Saat ini rangka Gayaman banyak dipakai sebagai pelengkap busana Jawa Yogjakarta dan rangka Ladrang banyak dipakai sebagai pelengkap busana Jawa Surakarta.
Nilai atau makna filosofis sebuah keris bisa pula dilihat dari bentuk atau model keris, atau yang disebut dengan istilah dapur. Selain dari dapurnya, makna-makna filosofi keris juga tecermin dari pamor atau motif dari keris itu sendiri. Keris bukan lagi sebagai senjata, namun masyarakat Jawa memaknai bahwa keris sekarang hanya sebagai ageman atau hanya dipakai sebagai pelengkap busana Jawa yang masih mempunyai nilai spiritual religius, dan sebagai bukti manusia yang lahir, hidup dan kembali bersatu kepada Tuhan sebagaiManunggaling Kawulo Gusti.
Sumber: Tjokrosuharto.com
Keris Sebagai Piyandel, Sebuah Tuntunan Hidup
Piyandel adalah sebuah keyakinan dan kepercayaan yang termanifestasikan dalam wujud berbagai benda-benda pusaka yang mengemuka secara fenomenal, penuh daya pikat dan sarat lambang yang harus didalami dan dimengerti dengan baik, benar dan mendalam. Kepercayaan bukan berisi tentang sesuatu yang pantas disembah dan dipuja, tetapi sebuah wahana yang berwujud (wadag) yang berisi doa, harapan dan tuntunan hidup (filosofi hidup) manusia jawa yang termaktub dalam “sangkan parang dumadi – sangkan paraning pambudi – manunggaling kawula Gusti”. Piwulang-piweling ini terformulasi dalam sebuah benda buatan yang disebut keris atau tombak.
Melihat keris sama halnya dengan melihat wayang. Keleluasaan pemahaman dan pengertian mengenainya tergantung luasnya cakrawala dan pengalaman hidup orang tersebut terhadap hidup dan kehidupan. Jadi tergantung kepada“kadhewasaning Jiwa Jawi” – kedewasaan orang dalam berfikir dan bersikap secara arif dan bijaksana. Semakin orang itu kaya pengalaman rohani – semakin kaya pula ia mampu menjabarkan apa yang tertera di dalam sebilah keris.
Pada mulanya, di saat manusia jawa ada pada peradaban berburu, keris adalah alat berburu (baca: mencari hidup). Kemudian ketika manusia mulai menetap dan bersosialisasi dengan sesamanya, keris menjadi alat untuk berperang (baca : mempertahankan hidup). Lebih lanjut lagi setelah tidak lagi diperlukan perang dan manusia mulai berbudaya, keris pun menjadi senjata kehidupan (baca: tuntunan hidup). Yaitu senjata untuk mengasah diri menjadi orang yang lebih beradab dan berperiperadaban hingga mencapai penyatuan diri dengan Penciptanya. Hal ini sangat nyata ditunjukkan dalam lambang-lambang yang mengemukan pada ricikan-ricikan keris.
Ilmu keris adalah ilmu lambang. Mengerti dan memahami bahasa lambang mengandalkan peradaban rasa (sense) – bukan melulu kemampuan intelektual. Jadi adalah keliru jika memahami keris secara dangkal sebagai sebuah benda yang berkekuatan magis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Keris menjadi pusaka karena makna lambang-lambang dalam keris dianggap mampu menuntun pembuat dan pemiliknya untuk hidup secara benar, baik dan seimbang. Dan bagi orang jawa, hidup ini penuh pralambang yang masih samar-samar dan perlu dicari dan diketemukan melalui berbagai laku, tirakat maupun dalam berbagai aktivitas sehari-hari manusia jawa, misalkan dalam bentuk makanan (tumpeng, jenang, jajan pasar,dsb), baju beskap, surjan, bentuk bangunan (joglo, limas an, dsb) termasuk juga keris. Di dalam benda-benda sehari-hari tersebut tersembunyi sebuah misteri berupa pesan dan piwulang serta wewler yang diperlukan manusia untuk mengarungi hidup hingga kembali bersatu dengan Sang Pencipta.
Dalam tradisi budaya Jawa ada sebuah pemahaman “Bapa (wong tuwa) tapa, anak nampa, putu nemu, buyut katut, canggah kesrambah, mareng kegandeng, uthek-uthek gantung siwur misuwur”. Jika orang tua berlaku tirakat maka hasilnya tidak hanya dirasakan olehnya sendiri dan anak-anaknya melainkan hingga semua keturunannya. Demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu manusia Jawa diajak untuk selalu hidup prihatin, hidup “eling lan waspada”, hidup penuh laku dan berharap. Siratan-siratan laku, tirakat, doa, harapan, cita-cita restu sekaligus tuntunan itu diwujudkan oleh para leluhur Jawa dalam wujud sebuah senjata. Senjata bukan dilihat sebagai melulu wadag senjata (tosan aji) melainkan dengan pemahaman supaya manusia sadar bahwasenjata hidup dan kehidupan adalah sebuah kearifan untuk selalu mengasah diri dalam olah hidup batin
Oleh karena itu orang Jawa menamakan keris dengan sebutan Piyandel – sipat kandel, karena memanifestasikan doa, harapan, cita-cita dan tuntunan lewat dapur, ricikan, pamor, besi, dan baja yang dibuat oleh para empu dalam laku tapa, prihatin, puasa dan selalu memuji kebesaran Tuhan. “Niat ingsun nyebar ganda arum. Tyas manis kang mantesi, ruming wicara kang mranani, sinembuh laku utama”. Tekadku menyebarkan keharuman nama berlandaskan hati yang pantas (positive thinking), berbicara dengan baik, enak didengar, dan pantas dipercaya, sembari menjalankan laku keutamaan.
Meski demikian keris tetaplah benda mati. Manusia Jawa pun tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru tentang pusaka. Peringatan para leluhur tentang hal ini berbunyi : “Janjine dudu jimat kemat, ananging agunging Gusti kang pinuji”. Janji bukan jimat melainkan keagungan Tuhan-lah yang mesti diluhurkan. “Nora kepengin misuwur karana peparinge leluhur, ananging tumindak luhur karana piwulange leluhur”. Tidak ingin terkenal lantaran warisan nenek moyang, melainkan bertindak luhur karena melaksanakan nasihat nenek moyang. Oleh karena itu keris bukan jimat, tetapi lebih sebagai piyandel sebagai sarana berbuat kebajikan dan memuji keagungan Ilahi.
Sumber: Ki Juru Bangunjiwo

Minggu, 05 Oktober 2014

Makna Pamor Keris Udan Emas

Pamor Keris adalah gambar yang terdapat pada bilah (wilah) keris. Sebenarnya, Pamor bukan hanya terdapat pada keris tetapi juga pada tosan aji atau benda-benda pusaka bertuah lainnya seperti tombak, pedamg, cundrik dan lain sebagainya. Pamor pada keris maupun pada tosan aji lainnya memiliki makna simbolik dan makna filosofis yang terkandung didalamnya. Dengan memahami pamor Keris, maka akan dapat menangkap pesan moral emasing-masing pamor pada tosan aji tersebut. Salah satu pamor keris yang sangat populer dan banyak diburu oleh para pecinta benda pusaka adalah Pamor Udan Emas karena diyakini memiliki tuah untuk kerejekian.
Pamor Udan Emas adalah pamor yang sangat populer di masyarakat umum. Pamor ini banyak dianggap memiliki daya atau kekuatan gaib yang mampu membuat pemegang keris dengan pamor ini dimudahkan rejekinya sehingga keris ini banyak diburu dan dimiliki oleh berbagai kalangan masyakarat, khususnya para pelaku bisnis di berbagai sektor usaha.
Keris berpamor udan emas ini pada dasarnya merupakan pamor rekan. Pamor rekan adalah pamor yang sengaja dibuat oleh sang mpu pembuat keris, sedang pamor yang tidak sengaja dibuat oleh sang empu biasa disebut sebagai pamor tiban. Oleh banyak kalangan, KERIS dengan Pamor Udan Mas dianggap memiliki tuah untuk memudahkan pemiliknya mendapatkan rejeki. Dengan rejeki yang cukup,diharapkan seseorang bisa membina rumah tangga dan keluarga lebih baik dan sejahtera.
Pada dasarnya, ada tiga jenis tuah atau kekuatan gaib dalam keris yaitu tuah untuk kesaktian, tuah untuk kekuasaan dan wibawa, dan tuah kerejekian. Ketiga tuah tersebut adalah tuah-tuah pokok yang ada pada keris atau tosan aji lainnya.
Ki Kresno, paranormal asal Blitar Jawa Timuryang juga memiliki pemahaman terhadap keris mengatakan bahwa Pamor Udan Emas dalam keris sangat memiliki nilai ajaran yang luhur. “Pamor itu memiliki nilai ajaran yang luhur. Kalau pamor Udan Emas, ada gambaran lingkaran yang seperti obat nyamuk itu. Lingkaran itu bisa dimaknai bahwa manusia pada umumnya dan pemegang keris berpaor udan emas tersebut pada khususnya harus memiliki kepekaan dan kepedulian sosial serta harus bisa bermanfaat bagi sesama makhluk Tuhan di muka bumi ini. Lingkaran dari tengah yang kian lama kian melebar berarti harus selalu meningkatkan kepekaan dan kepedulian sosialnya bagi sesama”, jelas Ki kresno kepada infomistik, Senin, 03/06/2013 di kediamannya.
“selain itu, Pamor Udan Emas juga mengandung ajaran berupa perintah untuk bersedekah. Udan itu bahasa Jawa, bahasa Indonesianya adalah hujan. Sedekah itu bagaikan hujan emas, baik bagi pemberi sedekah maupun penerima sedekah. Hujan juga memiliki sifat mendinginkan, demikian juga sedekah. Sedekah akan mampu mendinginkan dan melembutkan hati bagi orang yang memberikan sedekah maupun yang menerima sedekah. Bagi penerima sedekah, sedekah yang diterimanya bagaikan hujan emas, karunia Tuhan yang sangat berarti dalam kehidupan. Melalui sedekah, hubungan sosial antara pemberi sedekah dan penerima sedekah akan lembut dan harmonis”, tambah Ki Kresno.

“terkait dengan kerejekian, pada prinsipnya adalah pada kemampuan pemegang keris untuk melaksanakan ajaran atau perintah yang ada dalam Pamor Keris tersebut yaitu sedekah. Bahkan yang tidak memegang keris itupun, asalkan mau melaksanakan sedekah, maka rejekinya akan dimudahkan oleh Allah SWT. Kalau ingin kaya atau memiliki uang banyak, ya perbanyak sedekah dengan uang. Tidak pernah ada orang yang jatuh miskin karena banyak sedekah. Biarpun orang memiliki seratus bilah keris berpamor Udan Emas ini tetapi tidak mau bersedekah atau berbagi kepada sesama, maka untuk manfaat kerejekiannya juga tidak ada alias jauh panggang dari api.”, pungkas Ki Kresno. Wallahu A’lam Bis-Shawab. (AA)

Suber : http://infomistik.com/tuah-kerejekian-keris-pamor-udan-emas-340.html

MAKNA DARI BENTUK ATAU DHAPUR KERIS



MAKNA DARI BENTUK ATAU DHAPUR KERIS

KERIS LURUS atau LAJER menunjukkan sebuah harapan tekad manusia untuk kuat dan teguh dalam menjalankan kehidupan dalam upaya bersatu kembali dengan ALLAH swt. atau sifat keberanian, kebenaran, konsentrasi.

KERIS LUK 3 atau JANGKUNG, manusia diharapkan jinangkung, jinampangan dening ALLAH SWT, tetapi manusia harus memberi perlindungan atau sifat akal budi, perlawanan, inisiatip.

KERIS LUK 5 atau PANDAWA, berarti jangkep, manusia di lahirkan dengan lima panca indra yang harus di asah untuk mampu bersatu dengan ALLAH SWT. sifat dan karakternyapun di harapkan mencontoh sifat kelima ksatria pandawa yakni, Puntadewa, Werkudara, Janaka, Nakula, Sadewa. Sifat sifat harus di hayati bersamaansebagai manusia utuh, atau sifat kesatria para pandawa, ketertiban, disiplin.

KERIS LUK 7 di harapkan manusia mendapatkan pitulungan dari ALLAH SWT, lekuk tujuh juga bersifat sempana, kewaspadaan. Manusia diharapkan untuk eling lan waspada dalam hidup yang hanya sebentar atau sifat kesaktian, kegembiraan dalam hidup, perguruan, pengetahuan hidup.

KERIS LUK 9 atau dhapur jigja, sebuah simbol keperwiraan. Manusia hidup harus mempunyai jiwa perwira, mampu mengatasi segala kesulitan atau sifat ketuhanan, kepuasan hidup, pintu gerbang surga.

KERIS LUK 11 atau berdhapur SABUK INTEN, mengisyaratkan sabuk kehidupan manusia hanyalah belas kasih/welas asih, lantaran hidup manusia berkat belas kasih ALLAH SWT atau harapan belas kasihan dari tuhan, Mandito

KERIS LUK 13 yang bermakna las lasaning urip, akhir kehidupan, mau kemana kalau tidak bersatu dengan ALLAH, atau las lasaning urip manungso, mencari kehidupan setelah mati.

itulah pakem sebuah keris maha karya nenek moyang kita yang disebut sebagai "MUSTIKANING MANEMBAH" dalam arti kepada ALLAH SWT.

Sabtu, 04 Oktober 2014

ARTI MIMPI MENURUT BUKU PRIMBON JAWA

ARTI MIMPI MENURUT BUKU PRIMBON JAWA
~Mimpi hilang cincin: Akan berpisah dengan istri.
~Mimpi hilang baju: Akan mendapat kesusahan.
~Mimpi hilang kain: Istri atau tunangan akan diambil orang.
~Mimpi naik kuda: Akan mendapat keselamatan.
~Mimpi menerima permata:
Akan mendapat milik besar.
~Mimpi menangkap burung: Akan mendapat rizki.
~Mimpi jadi haji: Akan menjadi orang baik
~Mimpi dikejar orang gila: Akan sakit panas
~Mimpi hilang cincin: Akan berpisah dengan istri.
~Mimpi hilang baju: Akan mendapat kesusahan.
~Mimpi hilang kain: Istri atau tunangan akan diambil orang.
~Mimpi naik kuda: Akan mendapat keselamatan.
~Mimpi menerima permata: Akan mendapat milik besar
~Mimpi menangkap burung: Akan mendapat rizki.
~Mimpi jadi haji: Akan menjadi orang baik
~Mimpi dikejar orang gila: Akan sakit panas.
~Mimpi merasa takut: Akan dapat bahaya.
~Mimpi tidur: Gelap pikiran.
~Mimpi dipayungi: Akan di hormati orang
~Mimpi bertemu imam
mahdi: Akan menjadi orang
yang sempurna.
~Mimpi ada yang memberi anak perempuan: Akan mendapat kesenangan.
~Mimpi dicintai atau bercinta-cintaan: Ada orang yang sayang pada anda.
~Mimpi hanyut dikali: Akan mendapat kesusahan.
~Mimpi memetik anggur: Akan bahagia.
~Mimpi memetik padi: Akam mendapat kesusahan.
~Mimpi mendapat burung merak: Akan mendapat istri.
~Mimpi masak nasi: Akan mendapat kesukaran.
~Mimpi melihat orang terbang: Akan luas pikiran.
~Mimpi melihat perut sendiri: Akan senang.
~Mimpi meminta maaf kepada orang tua: Akan diampuni dosanya oleh Allah swt.
~Mimpi memakai payung: Akan mendapat harta.
~Mimpi makan api: Akan mendapat istri miskin tapi sholih.
~Mimpi memakai cincin emas: Akan mendapat ilmu.
~Mimpi memakai sorban: Akan menjadi haji.
~Mimpi memetik buah delima: Akan mendapat rizki.
~Mimpi memetik jeruk: Akan sedih hati.
~Mimpi sembahyang: Akan tercapai cita-cita.
~Mimpi membaca Al-Qur'an~ Akan bebas dari kesusahaan.
~Mimpi melihat rupa sendiri:
Ada orang yang ingin bertemu.
~Mimpi bertelanjang: Akan mendapat malu.
~Mimpi masuk ke kebun raya: Akan dapat istri kaya.
~Mimpi masuk ke dalam pasar: Akan mendapat keuntungan.
~Mimpi jalan di tempat sempit: Akan mendapat kesusahan.
~Mimpi gigi copot: Akan ada kematian keluarga.
~Mimpi tangan dipotong-potong: Akan mendapat
bahaya.
~Mimpi pergi belajar: Akan
mendapat keuntungan.
~Mimpi bersetubuh dengan ibu atau saudara: Akan mendapat kebahagiaan
dunia dan akhirat.
~Mimpi menangis: Akan lepas bahaya.
~Mimpi mati: Akan lanjut usia
~Mimpi bicara pada orang
mati: Pekerjaannya akan sia-sia.
~Mimpi naik ke udara: Akan mendapat kekayaan.
~Mimpi mandi hujan: Akan mendapat uang banyak.
~Mimpi melihat kuburan: Akan timbul huru-hara dalam negeri.
~Mimpi beristeri lagi: Akan sibuk dengan pekerjaan.
~Mimpi diberi anak: Akan mendapat harta.
~Mimpi main layang- layang: Akan capek hati.
~Mimpi naik kendaraan: Akan capek pikiran.
~Mimpi melihat Nabi: Akan mendapat kemuliaan dunia
akhirat
~Mimpi melihat neraka: akan
dapat bahaya
~Mimpi melihat lauhil-mahfuz: akan menjadi orang
yang hafal semua ayat Al-Qur'an.
~Mimpi melihat sahabat Nabi: Akan menjadi ulama.
~Mimpi kejatuhan matahari atau bulan:Akan menjadi orang pangkat.
~Mimpi matahari menjadi dua: Akan terjadi peperangan.
~Mimpi minum air sungai atau laut: Akan menuntut ilmu atau akan menjadi orang pandai.
~Mimpi tidur di dalam kelambu: Akan dimulyakan
orang banyak
.~Mimpi berenang di laut: Cita-cita akan menjadi hampa.

ANDA PERCAYA?

Antara Lewok dan Anjir Aku Aku Memang Cowok Yang Tajir

Antara Lewok dan Anjir Aku  Aku Memang Cowok Yang Tajir
Karya Simbah Wuri

Dari Lewok sampai ke anjir
Disanalah aku memang terlahir
aku memang cowok yang tajir
Masyarakat tak cocok aku yang harus minggir

Dalam setiap bicara dan langkahku kupasrah
gerakku pendidikan sosial dan dakwah
banyak orang yang merasa jengah
kalah dalam langkah dan dakwah oleh Simbah


Aku Bahagia dan merasa Tajir
Karena dakwahku banyak orang yang nyinyir
banyak orang yang aku tersingkir
Buat strategi busuk dan kayak wong Kenthir

Aku Tajir dakwahku dibubarkan
aku tidak lagi punya yang kupertanggungjawabkan
Aku harus diasingkan dan disisihkan
Dengan cara benar atau bukan



Berlanjut.....

Pertapan Pura Jati Karangduren Purwojati Banyumas

Pertapan Pura Jati Karangduren Purwojati Banyumas

Pertapan Pura Jati Karangduren Desa Purwojati Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas masuk dalam wilayah Desa Purwojati RT 02/06. Pertapan semula memiliki luas sekitar 50 angga ( 1 angga = 70 m2)  namun sekarang telah berkuran karena diserobot warga sedikit demi sedikit.

Pertapan ini punya daya tarik oleh orang-orang yang ingin mencari daya linuwih atau lainnya. Menurut ketua RT setempat yaitu Simbah Wuri yang juga termasuk oorang yang tahu mengenai alam astral, Tempat tersebut memang sering didatangi oleh banyak orang. baik dari wilayah setempat mapun dari luar daerah bahkan ada yang dari sumatera beberapakali datang ketempat tersebut.

Pertapan tersebut kalau dilihat dengan mata batin maka pada pintu pertama akan terlihat yang rumekso di wilayah tersebut diantaranya yang ada di "cungkup" adalah seorang wanita tua yang biasanya dimintai tentang ilmu "Blender" atau ilm pelet, sebelah pojok selatan timur ada orang besar berpakaian jawa tani yang biasanya dimintai untuk membantu petani, di pojok sebelah Utara bagian timur orang berpakaian Muslim seperti wali, dan sebelah timur sendiri ada seorang perempuan cina.

berlanjut.....

Minggu, 07 April 2013

SIMBAH WURI : BEDAKAN DAKWAHKU DENGAN EYANG SUBUR, ADI BING SLAMET !


POSTED BY RARAS WURI MISWANDARU ON 02.01 NO COMMENTS
Penggerak Dakwah Anak-anak dan Pemuda
Simbah Wuri Guru Ngaji YGNI, Papua
Seperti yang suda sampaikan pada tulisan terdahulu : Beda Eyang Subur dan Simbah Wuri bahwa kecenderungan selebritis bahkan sebagian masyarakat Indonesia mencari ketenaran, harta dan ketenaran dengan cara-cara yang salah dan diluar nalar.

Seperti Kasus Adi waktu terpuruk mencari pencerahan datang Eyang Subur yang dipercaya sebagian sebagai sang pencerah . Sebetulnya syah-syah saja Adi Bing Slamet mendatangi eyang, embah, simbah dan lain-lainnya . Yang menjadi masalah adalah yang didatangi itu memberikan bimbingan berdasarkan alquran dan sunnah atau tidak, dan juga orang tersebut beragama Islam yang menjalankan sunnah Muhammad dengan baik atau tidak. Kalau tidak orang tersebut pasti akan memberikan bimbingan yang akan menjauhkan dari Allah SWT atau hanya akan menambah persoalan dikemudian harinya.

Seperti yang sudah sampaikan, saya berdakwah sebagi Gurungaji YGNI di Yayasan YGNI Banyumas dan di Karomah Maunah untuk perbaikan lingkungan dengan mendirikan sekolah dandiniyah gratis  kepada masyarakat khususnya kepada anak-anak dan pemuda / Karangtaruna yang berkualitas serta pelayanan kesehatan tetapi tidak ada masyarakat yang peduli dan mau membantu  bahkan masyarakat memusuhinya , padahal murid / santri sampai ratusan butuh perhatian dan bantuan mereka.

Orang-orang yang sedang ingin mencapai cita-citanya baik itu sekolah, kenaikan jabatan, jodoh, rezeki, kesehatan atau keturunan harus lebih peduli dan mau membela dan membantu orang-orang yang berdakwah demi tegak dan kejayaan Islam bukannya malah memusuhinya tapi malah mencari orang pintar /dukun

Buat Adi Bing Slamet atau Masyarakat lainnya lihat dan bedakan guru spiritual dengan orang yang sedang berdakwah memperjuangkan kejayaang Islam , lihat guru spirtualmu itu arang yang sholeh dan shidiq atau tidak ? agar tidak sesat dan menyesatkan orang lain.

KARANGDUREN PURWOJATI BANYUMAS © 2008 Por *Templates para Você*